PENDAHULUAN
Selama lebih dari 25 tahun terakhir, perekonomian dunia telah
mengalami transisi dari ekonomi industri menuju ke ekonomi informasi.
Dekade-dekade akhir abad ke-20 ini adalah masa yang sangat penting. Inilah
kurun waktu yang menurut Alvin Toffler sejajar dengan masa awal Revolusi
Industri. Jaman baru kehidupan manusia telah dimulai dengan revolusi di bidang
informasi sehingga pada dekade dan milenia kemuka, faktor informasi , bukan
seperti tanah dan modal yang akan menjadi pendorong penciptaan kekayaan dan
kemakmuran. Di dalam perekonomian yang demikian, organisasi saling bersaing
berdasar kemampuan di dalam memperoleh, memanipulasi, menginterprestasi, dan
menggunakan informasi secara efektif. Hanya organisasi yang kompetitif di
bidang informasi yang bakal keluar sebagai pemenang (McGee et.al, 1993).
Revolusi informasi menyebabkan proses globalisasi berlangsung
semakin cepat, dan mempunyai berbagai dampak pada kehidupan manusia. Dengan
adanya teknologi informasi dunia semakin tidak mengenal batas antar negara
dengan negara lainnya (borderless) dalam hal ini teknologi informasi
telah mengaburkan batas-batas organisasi, pasar , dan masyarakat, mempersingkat
batasan ruang dan waktu, serta menyederhanakan kompleksitas.
Teknologi Informasi telah mengubah cara kerja manusia, mulai dari
cara berkomunikasi, cara memproduksi, cara mengkoordinasi, cara berpikir dan
perubahan-perubahan besar telah terjadi, melalui pemanfaatan teknologi
informasi di dalam berbagai sistem bisnis dan organisasi.
Lingkungan bisnis yang berubah dengan pesat sebagian besar
disebabkan oleh penemuan dan implementasi teknologi informasi.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP LINGKUNGAN BISNIS
Teknologi
Informasi telah mampu mengubah lingkungan bisnis menjadi dinamis dan turbulent
yang berinteraksi dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan
transformasi bisnis dan organisasi. Berbagai studi dan penelitan telah
menghasilkan rerangka untuk menjadi pedoman bagi bisnis dalam menyikapi dengan
sebaik-baiknya teknologi tersebut.
Hammer
dan Champy (1993), pencetus Bussiness Process Reengineering (BPR) yang
akhir-akhir ini sangat populer, menegaskan bahwa teknologi informasi merupakan
enabler yang tidak mungkin diabaikan oleh perusahaan yang akan menjalankan Bussiness
Process Reengineering. Hammer dalam buku terbarunya bahkan mensinyalir
bahwa lebih dari 90 persen perusahaan yang Bussiness Process Reengineering-nya
tidak berhasil disebabkan oleh kesalahan tidak mengimplementasikan teknologi
informasi sebagai enabler.
Memasuki
dasawarsa 90-an ada dua teknologi yang terasa mewarnai lingkungan bisnis adalah
teknologi informasi dan perancangan kembali proses bisnis (Davenport, 1990 dan
1993) dan Perkembangan teknologi informasi mempunyai pengaruh yang besar
terhadap berbagai perubahan tatanan hubungan bisnis sekarang. (Shanti, 1996).
Kalau
diamati sejarah perkembangan organisasi, perkembangan teknologi ini telah pula
membawa perubahannya secara pasti. Tahun 1970 kita hidup dengan organisasi
berbentuk vertikal yang sangat sentralistis, terstruktur dan mengarah kepada
pendekatan top-down. Tahun 1980-an, banyaknya kegiatan menuntut
pelibatan yang lebih luas dari unsur-unsur organisasi yang tidak ditampung oleh
organisasi vertikal. Muncullah organisasi matriks, lalu berkembanglah
organisasi berbentuk horizontal dan jejaring dengan variasi menuju ke bentuk virtual
(maya) dengan fokus pada pemberdayaan personilnya.
Bisnispun
mengalami muka baru agar selamat keluar dari perubahan dalam Ekonomi digital
ini. Maka perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruhnya
sehingga muncul bisnis antarjejaring (internetworked bussiness). Ini
berbeda sekali dengan keadaannya pada abad ke-20 bisnis antarjejaring dilandasi
dari internetworked enterprise konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh
Alliance for Converging Technologies.
Studi
mengenai teknologi informasi yang cukup banyak dilakukan adalah akibat
teknologi tersebut pada organisasi. Pakar manajemen Peter F. Drucker
membandingkan perubahan organisasi dengan kontinum organisasi tahun 1870 dengan
organisasi masa depan. Organisasi dengan ciri komando dan pengendalian yang
disatukan oleh kulitnya. Perusahaan yang sekarang ini mulai muncul diorganisir
di sekitar sebuah kerangka : informasi, keduanya merupakan sistem
pengintegrasian dan artikulasinya (Drucker, 1995).
Penggunaan
teknologi informasi sebagai enabler BPR. Banyak yang tidak menyadari bahwa BPR
tersebut merupakan akibat dari perkembangan teknologi informasi (Hammer dan
Champy, 1993).
Pengamatan
yang dilakukan oleh Nolan dan Croson (1995) bahwa akibat perkembangan teknologi
informasi akan terjadi transformasi organisasi secara besar-besaran yaitu suatu
penghancuran kreatif entitas yang tua, hirarkis, dan fungsional dengan
penggantinya, yaitu jaringan yang baru, fleksibel, dan dimampukan oelh
teknologi industri. Mereka juga merekomendasi enam tahap blue-print untuk
memanajemen transformasi dari prinsip-prinsip ekonomi industri lama ke
prinsip-prinsip yang baru. Enam tahap tersebut adalah : pertama, downsize
; kedua, seek dynamic balance dengan mendistribusikan aliran kas
bebasnya ke pemegang saham ; ketiga, kembangkan strategi akses pasar ; keempat,
menjadi customer driven ; kelima, kembangkan strategy market foreclosure
; dan terakhir adalah pursue global scope.
Model transformasi organisasi yang diakibatkan oleh teknologi informasi
ditawarkan juga oleh Henderson dan Venkatraman (1994). Dalam model yang di
sebut dengan strategic alignment, model tersebut mempunyai empat domain pilihan
stratejik : bussiness strategy, organizational infrastructures
and processes, information technology strategy, dan information
technology strategy and processes.
Dalam era informasi
seperti sekarang ini, peranan teknologi informasi tidak hanya diperuntukan bagi
suatu organisasi tertentu, melainkan juga kebutuhan perseorangan. Teknologi
informasi telah masuk ke dalam berbagai bidang dan ke lapisan masyarakat.
Kemajuan teknologi informasi akan memberikan dampak yang besar pada kehidupan
masyarakat. Berbagai kepentingan menjadi dasar pertimbangan, dari mulai hanya
sebagai life-style atau pelengkap sampai dengan menjadi perangkat dan sarana
yang menempati posisi yang vital. Hal ini bukan saja terjadi pada masing-masing
individu masyarakat tetapi juga terjadi pada organisasi secara luas. Kebutuhan
IT pada setiap organisasi akan berbeda sesuai dengan intepretasi dari visi yang
dimiliki para pimpinan.
Tuntutan tata
kelola yang baik, benar dan transparan pada suatu organisasi baik di korporasi,
pemerintahan bahkan di LSM semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan besar dan
maju telah merubah cara pandangnya terhadap teknologi informasi dari sekedar
alat perhitungan dan komunikasi menjadi suatu komponen yang melekat perusahaan
untuk tetap bisa bersaing.
Implementasi IT
dalam kegiatan organisasi atau pemerintahan bertujuan untuk memberikan dampak
yang positif dan signifikan. Pemanfaatan IT digunakan untuk mendukung kegiatan
operasional suatu pemerintahan baik dalam skala kecil maupun besar, juga
mengalami perubahan. Jika awalnya cenderung ke masalah citra pemerintahan maka
saat ini IT menjadi kebutuhan mendasar dalam menghadapi era global dan Good
Governance.
Pengambilan
keputusan menjadi faktor yang paling dominan dalam kebijakan pengembangan IT
pada masing-masing organisasi. Pemahaman terhadap visi organisasi dan
pengetahuan dalam visi IT dari pimpinan, saling terkait dalam menentukan jenis
perangkat IT yang digunakan untuk mendorong kemajuan suatu organisasi
pemerintahan. Namun keputusan pilihan perangkat IT apapun yang diambil akan
mengakibatkan terjadinya perubahan. Perubahan yang tejadi dalam organisasi
pemerintahan ini bukan hanya dari segi effisiensi kerja tetapi juga
mempengaruhi budaya kerja baik secara personal, antar unit/cabang, maupun
keseluruhan organisasi yang ada .
Dalam
pengembangannya IT hanya dipandang sebagai suatu ”proyek” penyediaan sarana dan
prasarana. Hal ini berakibat terhadap kesiapan organisasi untuk memanfaatkan
sistem secara optimal dan dampak perubahan yang ditimbulkannya dalam berbagai
aspek kegiatan. Sistem IT yang telah dikembangkan dan diimplementasikan
seakan-akan menjadi kurang bermanfaat.
Beberapa aspek dari
dampak implementasi IT adalah:
- Efisiensi waktu & biaya
- Kebutuhan perangkat & integrasi
- Availability & Keandalan
- Kemampuan SDM
- Budaya Kerja
Dampak positif yang
secara umum diharapkan dengan adanya implementasi IT adalah terjadinya
effisiensi waktu dan biaya yang secara jangka panjang akan memberikan
keuntungan ekonomis yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengoperasian secara
optimal merupakan perhatian utama. Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan
bahwa hampir semua perangkat IT bersifat multi-fungsi sehingga dalam
pengembangan selanjutnya diupayakan terjadi integrasi perangkat.
Namun terkadang, dalam
penggunaannya teknologi informasi ini mengalami kegagalan. Adanya kegagalan
implementasi IT lebih didominasi oleh faktor pengguna seperti tidak cocok
dengan budaya, etika, atau politis yang selama ini telah berjalan, keterbatasan
keahlian, atau bahkan penolakan atas perubahan.
Terdapat beberapa
faktor yang akan sangat mempengaruhi optimalisasi pemanfaatan IT salah satunya
adalah ketersediaan perangkat. Kebutuhan perangkat pada awal implementasi IT
biasanya akan terus berkembang sesuai dengan tingkat kemajuan organisasi.
Faktor availability dan keandalan perangkat IT juga umumnya akan menjadi makin
penting karena aspek ”ketergantungan” IT juga makin besar. Artinya perlu terus
dilakukan evaluasi kebutuhan perangkat.
Faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah kemampuan Sumber Daya Manusia dari organisasi dalam
mengoperasikan dan memelihara sistem agar dapat berfungsi optimal dan
berkesinambungan. Kemampuan dan keandalan sistem yang tinggi dalam jangka
panjang menjadi kurang berpengaruh apabila kemampuan SDM di dalam organisasi
tidak ditingkatkan. Terjadinya perubahan budaya kerja baik secara individu,
kerjasama kelompok, maupun keseluruhan organisasi juga menjadi aspek yang tidak
kalah pentingnya. Dari pembahasan aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa
perlu disiapkan strategi untuk menerapkan sistem secara optimal ke semua bagian
organisasi sejak tahap perencanaan.
Salah satu contoh
kasus implementasi IT ini adalah dalam pengelolaan administrasi perkantoran.
Sistem seperti ini akan melibatkan semua personal dalam organisasi yang
dioperasikan secara rutin oleh staf administrasi dan bagian IT. Dengan adanya
teknologi Informasi ini diharapkan akan terjadi effisiensi proses administrasi
yang signifikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumya bahwa terdapat
beberapa faktor yang akan mempengaruhi optimalisasi IT yaitu kebutuhan
perangkat dan kemampuan SDM.
a. Kebutuhan
Perangkat
Dengan
mempertimbangkan kemudahan penggunaan dan pemanfaatan perangkat yang sudah
tersedia, maka dikembangkan sistem yang berbasis Web sebagai aplikasi utamanya.
Aplikasi seperti ini membutuhkan dukungan perangkat layanan standar internet
dan infrastruktur dalam operasional sistem. Akibatnya dari satu sisi akan
terlihat bahwa operasi sistem administrasi berbasis IT relatif lebih mahal.
Namun dari sisi lain, kebutuhan perangkat tersebut bersifat multi-fungsi
sehingga akan dapat digunakan untuk mendukung sistem IT lainnya yang akan
dikembangkan di organisasi.
Data yang telah
diolah oleh staf administrasi tentunya diperlukan oleh semua personal terutama
pimpinan untuk mendukung kegiatannya. Makin cepat proses tentunya akan sangat
membantu mereka. Selanjutnya ketersediaan media akses terhadap data
administrasi akan makin meningkatkan kecepatan proses.
Oleh karena itu, faktor
kemampuan staf administrasi, perbaikan dari sistem administrasi, dan
meningkatnya kesadaran dari personal lainnya secara bertahap akan memperbesar
”volume” operasi sistem IT.
Pada kondisi ini
akan perlu dilakukan penambahan dan penyempurnaan perangkat untuk meningkatkan
aspek Availibility & Reliability” sistem karena tingkat tingkat
”ketergantungan” organisasi makin tinggi. Perkembangan selanjutnya yang akan
terjadi adalah kebutuhan untuk menyediakan berbagai jenis layanan lain untuk
mengakses sistem dengan pertimbangan kemudahan dan teknologi seperti : email,
mobile device, dll. Tentunya kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
konsekuensi terjadinya perluasan sistem IT.
b.Kebutuhan SDM
Operasi sistem
administrasi konvensional hanya membutuhkan beberapa fungsi personal untuk
mengelola yaitu : pusat pengolah administrasi dan staf di masing-masing unit
untuk menerima dan mencatat data. Kebutuhan kemampuan dan jumlah SDM yang
rendah akan dilihat sebagai effisiensi. Sebaliknya, sistem administrasi berbasis
IT selain membutuhkan kemampuan pengelolaam administrasi, setidaknya juga akan
memerlukan kemampuan operasi PC, LAN, pengelolaan server Web dan Database.
Kondisi ini sekilas
memperlihatkan "mahalnya” sistem termasuk kesulitan operasinya. Dalam
sistem IT, Pusat pengolah data administrasi memiliki 2 fungsi utama:
- Pengolahan data, diantaranya adalah: data entry dan digitalisasi, misalnya scan data, mengubah data ke format pdf, dll.
- Aktivasi surat (menentukan klasifikasi dan mendistribusikan data) Staf lain di masing-masing unit akan menerima data dan ”menentukan” sendiri proses selanjutnya sesuai dengan jenis dan sifat data.
Kemampuan SDM yang
makin tinggi dapat menyebabkan implementasi yang kurang lancar bahkan bukan
tidak mungkin akan menimbulkan penolakan. Jika dikaji lebih dalam, implementasi
IT selain akan meningkatkan effisiensi kerja juga akan ”mereduksi” jumlah SDM
yang terlibat langsung tetapi perlu SDM lain untuk mendukungnya.
Dengan peningkatan
kemampuan SDM akan terjadi effektivitas fungsi SDM yang tinggi. Di sisi lain,
meningkatnya kesadaran personal lainnya terhadap manfaat sistem bagi dirinya
dan kemudahan penggunaannya secara bertahap akan memberikan motivasi untuk
meningkatkan kemampuan mereka. Kondisi ini akan memudahkan bagi organisasi
untuk meningkatkan kemampuan SDM secara menyeluruh.
PERMASALAHAN
DALAM STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
Realita yang
harus dihadapi oleh organisasi adalah bahwa cara lama dalam penyelenggaraan
bisnis dengan pembagian kerja di lingkungan perusahaan yang dikelola oleh Adam
Smith tidak dapat dilaksanakan lagi. Dalam lingkungan sekarang ini tidak ada
yang konstan atau dapat disamakan, baik mengenai masalah pertumbuhan pasar,
permintaan konsumen, siklus hidup produk, laju pertumbuhan teknologi, dan
sebagainya. Ada 3 ketentuan yang baik secara terpisah maupun kombinasi
mendorong perusahaan memasuki kekuatan yang membuat para eksekutif menjadi
takut. Ketiga kekuatan tersebut adalah pelanggan (customer), pesaing (competitors),
dan perubahan (change). Pemenuhan pesanan dimulai saat seorang pelanggan
menaruh pesanan, dan berakhir saat barang-barang disampaikan, termasuk segala
sesuatu yang ada diantara keduanya, sehingga bukan produk melainkan proses
penciptaan produk yang membawakan keberhasilan jangka panjang perusahaan.
Sedangkan
struktur organisasi modern ditandai dengan adanya struktur tim kerja, dimana
tim secara permanen maupun sementara membentuk hubungan lateral dan memecahkan
masalah seluruh organisasi, ataupun membentuk cross functional team yang
terdiri dari anggota-anggota dari departemen fungsional yang berbeda untuk
memecahkan masalah-masalah dan meperluas kesempatan. Dan yang terakhir adalah
pembentukan network organization yang merupakan suatu struktur organisasi yang
baru tersebut diharapakan dapat merubah pola perilaku individual untuk semua
level organisasi dalam hal :
1. Komunikasi yang lebih terbuka
2. Kerja sama yang baik
3. Bertanggung jawab
4. Mempertahankan cara pandang/filosofi
organisasi
5. Memecahkan masalah secara lebih efektif
6. Memberikan dukungnan dan cepat tanggap
terhadap situasi dan kondisi yang ada
7. Adanya interaksi yang baik
8. Adanya kemauan untuk mencoba
9. Berpartisipasi
10. Memperkenalkan aliran informasi
11. Pengembangan-pengembangan lain.
Karakteristik Organisasi Yang Efektif
Organisasi yang
tidak efektif ditandai dengan terlalu banyaknya hirarki dalam organisasi,
terjadi konflik antar departemen, dan tidak ada pendelegasian tugas-tugas
kepada bawahan. Kondisis-kondisi inilah yang perlu diubah. Organisasi yang
sukses di masa depan adalah yang mampu mendelegasikan proses pembuatan
keputusan kepada karyawan di bawahnya dan adanya minimisasi kegiatan
pengawasan, karena pengawasan, karena pengawasan tersebut melekat pada diri
karyawan. Tenaga kerja yang semula dipandang sebagai salah satu faktor produksi
yang perlu diefisienkan penggunaannya, sehingga perlu dilaksanakan konsep
penugasan fraksional, telah bergeser menjadi suatu sistem produksi yang sistim
kerjanya dirancang secara integral dan memperlakukan serta mengakui seluruh
dimensi kemanusiaan tenaga kerja tersebut.
Tenaga kerja
adalah mitra kerja pemilik perusahaan, dan para pimpinan adalah orang yang
paling berpengaruh dalam mencapai visi bisnis jangka panjang. Tanpa adanya kerja
sama yang saling menguntungkan antara pemilik, tenaga kerja, dan pemimpin, maka
tidak akan tercapai produksi untuk kemakmuran bersama. Manajer harus mengerti
penyempurnaan, mengerti tenaga kerja, dan mengerti produk. Sedang lingkungan
organisasi harus berperan sebagai pemberi arah dan petunjuk bagi pelaksanaan
sistem produksi tersebut.
Organisasi yang
efektif adalah yang tidak birokratis, sehingga lebih fleksibel dan dapat
bergerak lebih cepat. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Minimisasi hirarki organisasi sehingga jarak
antara pemimpin puncak dengan karyawan lebih pendek, yaitu dengan mengurangi
middle management. Hal ini akan mempermudah komunikasi langsung pimpinan dengan
karyawan sehingga tercapai kepercayaan antara pimpinan dengan karyawan dan
antar karyawan itu sendiri.
2. Mengurangi pengawasan, dengan memberikan tugas
tersebut secara langsung kepada para karyawan, sehingga karyawan perlu dilatih
baik keterampilan maupun mentalnya untuk dapat merumuskan permasalahan secara
sistematis dan sederhana, serta mampu memecahkan masalah dengan tenang.
3. Menggunakan tim kerja yang mampu bekerja
secara mandiri, dan diberi tanggung hawab penuh untuk memberikan pelayanan
kepada konsumen dan bertanggung jawab dalam perancangan dan pembuatan produk.
Karyawan juga perlu diberi kekuasaan untuk melakukan kreasinya dan bebas
mengatur tugasnya dalam tim. Selain itu karyawan perlu diberikan pelatihan
silang sehingga ada suasana saling melatih antar anggota tim tersebut.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam Network Organization
Pembentukan
struktur organisasi yang berbentuk shamerock atau sering kita kenal
dengan istilah network organization merupakan salah satu jawaban dari
kebutuhan organisasi untuk memasuki persaingan yang telah menjadi hyper
competition. Dengan melakukan networking,organisasi diharapkan dapat
mencapai perfomance yang lebih baik dan memberikan keuntungan bagi semua
anggota network.
Network merupakan kaitan antar individu, antara
individu dengan kelompok, atau antar kelompok, untuk berkomunikasi dan
berinteraksi untuk berbagi ide, masalah, dan informasi satu sama lain. Yang
paling menentukan dalam network organization adalah berkomunikasi dan
berinteraksi sehingga keberhasilan dan kelancaran pelaksanaannya dapat tercapai.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam networking, yaitu dengan
outsourcing untuk mendapatkan tenaga kerja atau sumber daya lain dari luar,
atau dengan strategic alliance, misalnya dengan joint venture atau
sharing resources yang dalam hal ini khususnya untuk masalah sumber daya
manusia.
Ada 2 macam networking
organization, yaitu network internal dan network eksternal.
Internal network dapat dibentuk dalam organisasi yang tidak terpaku pada
hirarki, melainkan yang berciri flat, sehingga lebih fleksibel dan mempunyai contingency
plans serta memungkinkan adanya keterbukaan. Selain itu, perlu adanya
komunikasi yang baik, baik secara vertikal, horizontal ataupun lateral yang
efektif dan efisien. Fungsi kepemimpinan merupakan elemen penting dalam
pelaksanaan network internal sebagai agen perubahan. Kepercayaan yang
baik akan kemampuan individu dalam organisasi (empowernet management)
mutlak diperlukan untuk dapat memiliki competitive culture dan kesadaran
untuk learning. Tantangan yang dihadapi oleh manajemen sumber daya
manusia adalah bagaimana menciptakan karakter sumber daya manusia yang bersifat
positif, proaktif, adaptif dinamis, sistematis, dan memiliki interitas diri.
Untuk itulah perlu pemberian kepercayaan terhadap hasil yang diterima tanpa
campur tangan manajemen jajaran atas secara berlebihan.
External
network dilakukan dengan
membentuk beberapa jalinan kerja sama, misalnya kerja sama proyek, perjanjian
lisensi dan royalty, joint venture, dan lain-lain. Atau dengan
membentuk entitas bisnis baru. Sehingga tercipta suatu network yang berbentuk global
alliance.
Dalam network
eksternal, penempatan sumber daya manusia dalam network tersebut tidak
dapat ditentukan hanya dengan mempertimbangkan pilihan satu partner dalam
network tersebut, karena seringkali terdapat perbedaan preferensi sehubungan
dengan kemampuan dan tipe sumber daya manusia yang akan ditempatkan. Yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan berinteraksi, beradaptasi, dan bernegosiasi untuk
dapat menghadapi suasana kerja dengan dengan budaya yang berbeda dan iklim
kerja yang berbeda pula. Oleh karena itu organisasi perlu memiliki kemampuan
untuk menganalisis kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki secara tepat,
dan mampu membuat rencana pengembangan organisasi dan penyelarasan sistem upah dan
pemeliharaan.
Dalam network
organization sering pula terjadi transfer sumber daya manusia yang ada di
bawah kendali organisasi induk. Bila organisasi menempatkan sumber daya manusia
dalam network yang dibentuk, maka perlu diperhatikan kemungkinan penarikannya
kembali dan dampak dari penarikan tersebut. Perencanaan karir juga harus jelas
dan harus disesuaikan dengan perencanaan karir dan prosedur administratif
organisasi induk, karena penempatan secara sementara dalam network tersebut
kemungkinan dianggap oleh sebagian sumber daya manusia sebagai kendala untuk
tumbuh dan mengembangkan karirnya. Dan untuk keberhasilan network yang
dibentuk, perlu adanya loyalitas pada proyek atau kegiatan yang sedang
dilaksanakan dalam proyek tersebut.
Masih banyak lagi
pembentukan network organization yang semuanya itu ditujukan untuk mendapatkan
kekuatan dalam memasuki pasar global. Meskipun demikian yang paling penting
dari organisasi adalah sumber daya manusia dengan sikap kerja yang prima.
Keberhasilan dalam mengelola sumber daya manusia, yaitu mengelolao
individu-inndividu dalam organisasi ditujukan untuk pemanfaatan individu secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi dan kepuasan kebutuhan individu
tersebut. Yang dituntut dalam perusahaan yang melaksanakan networking adalah
kemampuan menciptakan komunikasi, baik dalam tubuh organisasi maupun dengan
mitra kerjanya, baik antar personil dalam suatu perusahaan maupun antara
personil suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau antar satu perusahaan
dengan perusahaan lain.
PENUTUP
Beberapa
pendapat pengamat dan pakar yang juga dikuatkan dengan hasil studi empiris
mengenai dampak teknologi informasi terhadap organisasi dan keunggulan bersaing
menyatakan bahwa sedang dan akan terjadi transformasi organisasi dari hirarkis
fungsional menjadi jaringan yang dimampukan oleh teknologi informasi.
Menghadapi
era persaingan industri yang hyper-competitive dengan berbagai kondisi yang
tidak pasti dan sulit diramalkan, organiasi harus bersifat dinnamis, fleksibel,
dan cekatan. Kondisi yang sulit diramalkan ini membuat organisasi harus membuat
berbagai perubahan untuk memenangkan persaingan, baik perubahan-perubahan dan
perbaikan kecil dan terus-menerus, maupun perubahan besar, radikal, dan
menyeluruh yang kita kenal dengan Business Process Reengineering, dimana dalam
BPR ini manajer madya harus dikurangi karena menghambat hubungan antara top
management dan karyawan pelaksana. Berbagai perubahan yang disebabkan oleh
kegiatan reengineering, terutama yang berkaitan dengan sumber daya
manusi dan struktur organisasinya antara lain :
1.
Unit kerja, dari departemen fungsional ke kelompok proses.
2.
Tugas, dari tugas-tugas sederhana ke pekerjaan yang multi
dimensional.
3.
Peran manusia, yang semula adalah dikontrol menjadi diberi
wewenang.
4.
Persiapan kerja, dari pelatihan menjadi pendidikan.
5.
Fokus pengukuran kerja dan kompensasi, dari penilaian aktivitas ke
penilaian hasil.
6.
Manajer, yang semula penyelia menjadi pelatih.
7.
Eksekutif, dari pencatat angka menjadi pemimpin.
8.
Kriteria pengembangan, yang semula unjuk kerja menjadi kemampuan.
9.
Struktur organisasi, dari hirarkis-piramida menjadi datar (flat).
Khusus
untuk perubahan struktur organisasi tersebut kini telah berkembangan menjadii
struktur organisasi yang shamerock, yaitu dengan pembentukan network
organization yang memaksimumkan perlunya komunikasi dan keterbukaan,
sehingga organisasi benar-benar dapat dikelola secara profesional sebagai
senjata ampuh dalam memenangkan persaingan.
Sumber
No comments:
Post a Comment